Dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa semua orang miskin dan semua anak terlantar pada prinsipnya dipelihara oleh Negara, tetapi pada kenyataannya yang ada di lapangan bahwa tidak semua orang miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Penanganan masalah anak merupakan masalah yang harus
dihadapi oleh semua pihak, bukan hanya orang tua atau keluarga saja, tetapi
juga setiap orang yang berada dekat anak tersebut harus dapat membantu
pertumbuhan anak dengan baik. Mengenai anak terlantar banyak hal yang
sebenarnya dapat diatasi seperti adanya panti-panti yang khusus menangani
masalah anak terlantar tetapi karena kurangnya tenaga pelaksana dan minimnya
dana yang diperoleh untuk mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut maka
kelihatannya panti-panti tadi tidak berfungsi dengan baik.

Penanganan anak-anak terlantar pada dekade kali ini memang terlihat berjalan di YABIM
dan di tempat itulah anak-anak terlantar belajar berbagai hal. Akan tetapi
tidak semua anak-anak terlantar dapat di tampung di satu tempat saja, harusnya
setiap profinsi memiliki tempat penampungan anak-anak terlantar guna
menghindari tindak kriminalisasi pada anak. Menjadi anak terlantar bukanlah pilihan mereka,
melainkan paksaan hidup yang harus dialamai mereka. Meski dalam pasal yang telah disebutkan diatas, bahwa anak-anak
telantar dan fakir miskin dipelihara negara, pada kenyataannya masih banyak
anak-anak terlantar di ibukota yang kesehariannya menjadi pengamen jalanan.

Contoh kasus yang saya temukan dari hasil
perbincangan seorang relawan kemanusiaan yang berusaha mengembalikan hak-hak
anak jalanan adalah, ketiaka menemukan anak perempuan jalanan yang didapati
telah menjadi korban asusial oleh orang-orang tak bertanggung jawab, anak
tersebut hanya diam saja, karena tidak tahu mau lapor kemana, dan dengan
identitraas apa, sehingga korban-korban pelecehan terhadap ana-anak jalanan
sebenarnya sangat banyak, tidak bisa di urus karena tidak adanya identitas,
bahkan si anak tersebut tidak tahu nama aslinya, karena kita ketahui, anak-anak
jalanan hanya memberikan sebutan nama sesuai wujud fisiknya, entah ompong,
bogel, daln lain-lainnya.
Nah, jadi apa yang bisa kita lakukan supaya pemerintah
mengamalkan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945? Saya sendiri juga belum tahu, padahal
anggaran untuk mengamalkan pasal tersebut mencapai milyaran rupiah. Entah
kemana anggaran itu semua, atau memang kurang anggarannya, kerena anak-anak
terlantar di negeri kita makin banyak.
0 Komentar untuk "Ini Bukan Jalan Yang Kumau"
Bagaimana Pendapatmu? Silahkan isi komentarmu. Terimakasih