Mengutip tulisan pak munif chatib selaku pencetus sekolahnya
manusia, gurunya manusia, orang tuanya manusia dan semoga segera rilis
kampusnya manusia. Pak Munif Chatib berpandangan bahwa Ketika masuk kelas,
setiap hari siswa melihat pemandangan dan gambar yang sama. Ada satu poster
menempel di dinding, gambar pahlawan Pangeran Dipenogoro yang menguning dan
salah satu sudutnya pun melengkung: menandakan satu paku di sudut itu sudah
lepas dari tembok. Maka setiap detik, otak reptil siswa tersebut selalu
berteriak, “Get out from here!!!”. Penjara yang paling kejam bukanlah Alcatraz
atau Guantanamo, melainkan sebuah ruangan berukuran 7x7meter persegi dan berisi
40 anak, yang sejak pagi hingga sore mendapatkan materi kognitif menjenuhkan.
Dan ruangan itu disebut KELAS.
Fase saat memasuki penjara tersebut memang sudah
diwajibkan oleh pemerintah, meskipun sudah jelas fase tersebut sangat merugikan
peserta didik. Tak ayal kalau banyaknya peserta didik memilih untuk mengambil
kelas di luar bangku sekolah, karena dirasa kelas di luar bangku sekolah mampu
menjawab kebutuhan-kebutuhan di dalam kelas. Bukan itu lagi, faktor sosial akan
menjadi dasar penjara ini semakin tidak nyaman, karena berbagai reptil yang
berbeda dari golongan darah biru atau darah merah.
Kadang saya berfikir, kenapa masih ada yang namanya
kelas unggulan dan kelas biasa. Padahal yang saya temukan, kelas unggulan itu
adalah kelas yang dilengkapi dengan AC dan bangku yang empuk, berbeda dengan
kelas-kelas yang lainnya, sedangkan, dari mata pelajaran yang diajarkan tentu
saja sama dengan kelas-kelas yang lain, karena masih sama dalam menjalankan
kurikulum, serta gurunyapun juga sama. Melihat adanya kesenjangan sosial
tersebut, menjadi tolak ukur kalau belajar dalam kelasi itu bisa mengkerdilkan
pemikiran. Yang mendapatkan kelas biasa akan menjadi minder, yang masuk kelas
unggulan menjadi lebih berkuasa dan yang paling sok dibandingkan dengan
kelas-kelas yang lainnya.
Dan pada akhirnya mereka cupu dengan dunia luar,
tidak peka akan kejadian-kejadian sosial, oleh karenanya kenapa mereka yang
hanya duduk di bangku sekolah hanya panda berteori dan bersilat lidah, karena
dunia luar mereka tidak pelajari, hanya konsep-konsep menuju dunia luar,
sedangkan hal yang paling nyata adalah ketika keluar dan melihat apa yang
terjadi di lingkungan sekita.
Sedikit kritik untuk para pemimpin negri ini,
mungkin ini penyebabnya, Anda-Anda sekalian tidak sensitif dengan keadaan
masyarakat di luar yang haus dan lapar akan kebutuhan ekonomi yang menghipit.
Tapi mereka siap untuk menerima kenyataan itu dan siap menjadi posisi apapun,
karena mereka sadar, bahwa lingkungan dan sekitar inilah tempat hidup manusia
seutuhnya.
Kembali lagi ke pelajaran berharga tentang
pendidikan kita yang saya rasa masih sempit, padahal yang dinamakan belajar itu
bukan hanya di kelas yang berukuran 7x7 meter dari jam 07.00-13.00. melainkan
Alam dan seisinya adalah tempat belajar sesungguhnya. Tak ada waktu untuk
memisahkan antara kita dan alam ini, sehingga tak ada batasan bagi kita untuk
selesai belajar. Seperti Rasulullah SAW yang mengenai pemahaman alam &
bisnis sebagai media belajar harus mengacu pada firman-firman Allah SWT yang
menyuruh kita memahami proses penciptaan alam semesta dan cara mencari rizki
secara halal. karena Hanya media alam semesta yang mampu mengajarkan ilmu
pengetahuan secara integral (holistic) & aplikatif (amaliyah) hingga
mencapai posisi rahmatan lil alamin.
3 Komentar untuk "Penjara Yang Paling Kejam"
pendidikan ternyata bukan hanya sekolah
Mainset pendidikan hanya di sekolah harus segera dirubah, semoga para pakar pendidikan mempercepat perubahan itu :)
semoga saja, pak munif jadi menteri pendidikan
Bagaimana Pendapatmu? Silahkan isi komentarmu. Terimakasih